Truk Menganggur, Perut Lapar: Kisah Sopir Tambang Pasir Cianjur di Tengah Penutupan Tambang.

Truk-truk pengangkut pasir terparkir berjejer, tak bergerak karena tak ada muatan.

Wartacianjurnews.com – Di sebuah warung kopi sederhana di pinggir jalan Kecamatan Gekbrong, Cianjur, suara dentuman mesin truk yang biasanya mengisi udara kini berganti hening. Truk-truk pengangkut pasir terparkir berjejer, tak bergerak, seperti besi tua yang kehilangan nyawanya. Para sopir duduk termenung, menatap kosong ke jalanan yang sepi dari aktivitas tambang.

Truk-truk pengangkut pasir terparkir berjejer, tak bergerak karena tak ada muatan.

Salah satunya adalah Cece (50), sopir truk pengangkut tambang yang sudah 15 tahun mengandalkan rezeki dari pasir. Sejak beberapa pekan terakhir, Cece tak bisa lagi “narik.” Tambang-tambang pasir tempat ia biasa mengambil muatan ditutup sementara menyusul kebijakan terbaru dari Gubernur Jawa Barat.

“Saya enggak bisa kerja. Tambang-tambang pada tutup, dibilang belum lengkap izinnya. Tapi yang susah ya kami, sopir,” keluh Cece, sambil mengaduk kopi hitamnya yang hampir dingin. “Anak butuh sekolah, dapur harus ngebul. Tapi dari mana?”

Penutupan tambang ini merupakan bagian dari upaya penertiban tambang ilegal dan penataan ulang izin pertambangan di wilayah Jawa Barat. Pemerintah Provinsi beralasan bahwa banyak tambang yang belum memenuhi syarat administratif dan teknis, terutama yang berada di kawasan rawan bencana.

Namun di lapangan, para pekerja seperti Cece dan rekan-rekannya merasakan imbas langsung. “Bukan cuma saya. Banyak teman sopir lain yang sekarang cuma bisa duduk di rumah. Mau ngojek, saingan banyak. Mau kerja serabutan, enggak semua bisa langsung pindah profesi,” ujar Cece.

Tak hanya sopir, para pemilik warung makan, bengkel, bahkan pedagang bensin eceran ikut merasakan efek domino dari mandeknya aktivitas tambang. “Biasanya sehari bisa 30 truk mampir makan di sini. Sekarang? Lima aja enggak tentu,” kata Ibah pemilik warung di kawasan Gekbrong.

Meski banyak yang memahami tujuan baik dari kebijakan gubernur, mereka berharap ada solusi transisi yang lebih manusiawi. “Kami setuju tambang harus legal dan tertib. Tapi jangan langsung ditutup semua. Kami juga butuh waktu untuk bertahan,” ungkap Cece.

Para sopir kini menggantungkan harapan pada pemerintah daerah dan pusat. Mereka berharap ada mediasi antara penambang, pemerintah, dan masyarakat terdampak. Beberapa bahkan telah mengajukan proposal bantuan sosial darurat, namun belum ada kejelasan tindak lanjutnya.

“Saya enggak butuh bantuan terus-terusan. Saya cuma mau kerja lagi,” kata Cece, matanya menerawang ke arah gunung yang dulu memberinya nafkah.

Di Cianjur, truk-truk mungkin berhenti bergerak, tapi cerita para pengemudinya terus berjalan di antara harapan, keluh, dan doa, agar suatu hari nanti, jalan tambang itu kembali terbuka, bukan hanya untuk pasir, tapi juga untuk hidup mereka.

Laporan Fadilah Munajat.

Comment