Syukur Aksi Damai, Tapi Jangan Biarkan Aspirasi Rakyat Dibarter dengan Politik Meja Makan

Wartacianjurnews.com – Aksi damai yang digelar di depan Gedung DPRD Cianjur, Selasa (2/9), dinilai jauh dari kata murni. Pasalnya, sehari sebelum aksi berlangsung, publik dikejutkan dengan kabar adanya “pertemuan makan siang” antara perwakilan massa, DPRD, Kapolres, dan Dandim. Bagi sebagian pihak, momen ini menimbulkan kecurigaan besar: apakah aksi benar-benar untuk rakyat, atau hanya dagelan politik yang dibungkus manis?

Ketua Bidang OKK SAPMA PP Jawa Barat, Buana Faghfirly, tidak menutupi kekecewaannya.

“Jujur saya miris dan kecewa. Ini bukti nyata kebebasan menyampaikan aspirasi dibungkam secara terstruktur. Kalau perjuangan rakyat bisa cair hanya dengan makan siang bareng, itu jelas mencoreng marwah pergerakan mahasiswa dan pemuda. Maka saya tegaskan, tidak ada mahasiswa yang ikut aksi tersebut,” ucap Buana.

Massa aksi damai di Gedung DPRD Cianjur, menuai kecurigaan publik karena adanya pertemuan makan siang dengan DPRD sebelum aksi berlangsung.
Foto: Massa aksi di depan Gedung DPRD Cianjur, diwarnai sorotan publik atas dugaan kompromi politik melalui santap siang sehari sebelumnya.

Menurutnya, langkah DPRD yang terburu-buru menandatangani tiga tuntutan massa tidak lebih dari trik murahan untuk meredam potensi kericuhan.

“Itu bukan kemenangan rakyat, tapi formalitas semata. Dewan hanya mencari posisi aman, bukan keberpihakan nyata pada rakyat,” sindirnya.

Nada serupa dilontarkan Adi Supriadi, pengamat dari Aliansi Masyarakat Sipil Cianjur. Ia menyebut, cepatnya DPRD meneken tuntutan massa justru mempertebal dugaan adanya kompromi politik yang sudah diatur sebelumnya.

“Kalau dewan mengaku mendengar suara rakyat, kenapa harus ada deal-deal di meja makan dulu? Itu jelas manuver politik agar mereka tetap aman di kursi empuknya, sementara rakyat hanya dijadikan penonton,” tegas Adi.

Meski begitu, Adi menegaskan pihaknya tetap berkomitmen mengawal isu tuntutan rakyat hingga tuntas, termasuk 17+8 poin yang sejalan dengan daerah lain. Namun ia mengingatkan agar gerakan rakyat tidak terjebak permainan elit.

“Kami tetap mengawal, tapi yang paling penting adalah tidak ada adu domba, tidak ada isu rasial. Kawan jaga kawan, warga jaga warga. Jangan sampai niat meriset yang layak diriset malah dibajak untuk kepentingan elit,” jelasnya.

Tak ketinggalan, Adi menyindir pedas kelompok yang terlalu kompromis dengan DPRD.

“Kalau sudah lebih kompromis begitu, carilah cara yang lebih elok. Jadi buzzer mungkin lebih banyak duitnya tuh, hehe,” tutupnya.

Aksi yang semula disebut “kemenangan rakyat” akhirnya justru tercium publik sebagai kompromi murahan. Pertanyaan besar pun menggelayut: apakah DPRD benar-benar berpihak pada rakyat, atau sekadar piawai memainkan politik meja makan? (Ben)

Comment