Oleh Fadilah Munajat
Wartacianjurnews.com – Mentari sore perlahan merunduk di balik bukit-bukit hijau Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Cahaya keemasan menari di atas permukaan air Waduk Jangari, menciptakan panorama yang memikat hati siapa pun yang menatapnya. Di atas perahu kayu sederhana, Mang Eros duduk tegak di belakang kemudi, membawa kami menyusuri lekuk waduk yang memantulkan warna senja.
Hari itu air sedang surut. Dermaga Jangari tampak sedikit kacau, dipenuhi eceng gondok yang mengambang dan menepi tak tentu arah. Namun hal itu tak menghalangi niat untuk menikmati senja dari tengah perairan. Dengan cekatan, Mang Eros menyalakan mesin perahu kecilnya, melaju perlahan meninggalkan tepian yang mulai redup.
“Awas, ecengnya lagi banyak. Harus pintar cari celahnya,” ujar Mang Eros, sambil mengarahkan perahu ke jalur yang lebih bersih dari tumbuhan air.
Perjalanan membawa kami ke tengah waduk, di mana panorama terbuka luas. Angin berembus lembut, menyapu wajah, dan burung-burung air terlihat melintasi langit jingga. Tapi di tengah perjalanan, suara mesin mendadak melemah. Perahu perlahan berhenti.
“BBM-nya habis,” gumam Mang Eros tenang.
Tanpa panik, ia menepikan perahu ke sebuah warung terapung di tengah waduk. Warung ini bukan sekadar tempat singgah, tapi juga stasiun bahan bakar darurat bagi para nelayan dan penyedia jasa perahu wisata. Di sana, ia membeli sebotol BBM, ditakar dalam botol air mineral, seharga Rp 20.000.
“Kalau di darat mungkin bisa isi full tank, tapi di sini sebotol cukup bawa balik ke dermaga,” ucapnya sambil tersenyum.

Perjalanan kembali ditempuh dengan cahaya senja yang perlahan memudar. Di sepanjang jalan air, tampak keramba-keramba ikan dan rumah-rumah panggung para pembudidaya ikan, menggambarkan betapa kehidupan di Jangari tak bisa lepas dari waduk ini. Bagi warga seperti Mang Eros, waduk bukan hanya pemandangan, tapi juga napas penghidupan.
“Aku sudah biasa di air sejak kecil. Waduk ini sudah kayak halaman rumah,” tuturnya.
Waduk Jangari bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga cermin kehidupan masyarakat Mande. Di antara senyap air dan sorot mentari yang berpamitan, kisah-kisah kecil seperti milik Mang Eros menjadi pengingat, bahwa di balik keelokan alam, selalu ada manusia yang hidup berdampingan dengan alamnya, dengan segala kearifan, tantangan, dan kehangatan mereka.
Comment