Pesta Cahaya di Sungai Cidamar Tradisi Panen Impun Malam Hari yang Menghidupkan Harapan

Keterangan Foto: Ratusan warga menyemut di Sungai Cidamar pada malam hari untuk menangkap impun, ikan kecil musiman yang muncul saat musim tertentu. Dengan senter, obor, dan jaring tradisional, suasana berubah menjadi pesta cahaya yang penuh semangat dan kebersamaan di perbatasan Kecamatan Cidaun dan Sindangbarang, Cianjur Selatan.

Wartacianjurnews.com – Saat malam menutupi langit dengan selimut gelap, ribuan bintang kecil tampak berkerlap-kerlip di sepanjang Sungai Cidamar. Namun itu bukan bintang di langit, melainkan lampu-lampu senter, obor, dan petromaks yang dibawa warga. Mereka bukan sedang berpesta biasa, melainkan merayakan tradisi tahunan, panen impun.

Sungai Cidamar, yang mengalir membelah Kecamatan Cidaun dan Sindangbarang, menjadi saksi bagaimana malam tak selalu berarti istirahat. Justru di musim tertentu, malam menjadi waktu paling dinanti. Saat gerombolan ikan impun ikan kecil sejenis teri air tawar, naik ke permukaan untuk bertelur, warga dari dua kecamatan akan berdatangan, membawa peralatan sederhana seperti serok, jaring, bahkan tampah bambu.

“Kalau sudah musim impun, sungai ini hidup. Anak-anak muda, orang tua, semua turun ke air. Ada yang bawa ember, ada yang bawa jaring. Kita rame-rame,” cerita Asep (47), warga, yang sudah puluhan tahun ikut panen impun sejak kecil.

Keterangan Foto: Ratusan warga menyemut di Sungai Cidamar pada malam hari untuk menangkap impun, ikan kecil musiman yang muncul saat musim tertentu. Dengan senter, obor, dan jaring tradisional, suasana berubah menjadi pesta cahaya yang penuh semangat dan kebersamaan di perbatasan Kecamatan Cidaun dan Sindangbarang, Cianjur Selatan.

Panen impun bukan sekadar kegiatan ekonomi. Ia adalah perayaan kehidupan, silaturahmi, dan harapan. Di malam yang hanya diterangi cahaya bulan dan senter kepala, suara tawa bersahut-sahutan dengan gemericik air. Setiap serokan berisi impun, disambut dengan sorak kecil dan senyum lebar.

“Hasilnya bisa langsung digoreng buat makan, bisa juga dijual. Lumayan buat tambahan kebutuhan dapur,” ujar ibu Iroh (38), yang malam itu datang bersama dua anaknya membawa ember dan jaring kecil.

Harga impun di pasar lokal bisa mencapai Rp20.000 hingga Rp30.000 per kilogram. Tak jarang, satu keluarga bisa membawa pulang 3 sampai 5 kilogram jika beruntung. Bahkan ada yang sampai menyetok impun untuk diasinkan atau dijemur, dijadikan lauk kering khas Cianjur Selatan.

Sungai Cidamar tak hanya menjadi batas administratif dua kecamatan. Ia adalah ruang hidup bersama. Saat panen impun tiba, sekat-sekat desa dan dusun seolah mencair. Warga dari Sindangbarang dan Cidaun saling menyapa, berbagi lokasi yang “banyak ikannya”, bahkan saling menawarkan kopi hangat dari termos yang dibawa dari rumah.

“Sungai ini milik bersama. Kita jaga bareng-bareng. Kalau ada yang buang racun atau setrum ikan, kita tegur,” kata Dadan, pemuda Karang Taruna yang ikut berjaga-jaga.

Menjelang tengah malam, saat kabut mulai turun dan nyamuk semakin ramai, para pemanen mulai menyudahi kegiatan mereka. Ember-ember penuh impun dibawa pulang. Beberapa anak tertidur di bahu ibunya, kelelahan tapi bahagia.

“Ini bukan soal ikan saja,” ujar Pak Asep, sambil menyalakan rokok di tepi sungai. “Ini soal kebersamaan, soal menghidupkan sungai, dan soal ingatan masa kecil yang nggak boleh hilang.”

Dan malam itu, Sungai Cidamar sekali lagi membuktikan dirinya bukan hanya sebagai aliran air, tapi sebagai nadi kehidupan, tempat harapan dan cerita manusia bermuara dalam cahaya. (Fadilah Munajat).

banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600

Comment

banner 1131x1600