Wartacianjurnews.com – Sejumlah organisasi masyarakat dan warga di Kabupaten Cianjur menolak pelaksanaan peringatan 100 tahun Ahmadiyah yang digelar di salah satu lokasi di Kecamatan Cibeber, Sabtu, 6 Desember 2025. Penolakan itu merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang mengatur pembatasan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Massa yang mengatasnamakan Jamaah Muslim Ahmadiyah Indonesia (JMAI) awalnya sudah berkumpul di lokasi kegiatan. Namun setelah diberikan peringatan oleh tokoh masyarakat dan aparat, massa kemudian membubarkan diri.
Ketua FPI Kabupaten Cianjur, Habib Hud Al-Idrus, mengatakan sejumlah ormas gabungan seperti FPI, Pemuda Pancasila (PP), Banser, FKPPI, dan lainnya meminta kegiatan tersebut dihentikan. Ia menyebut permintaan itu merujuk pada aturan SKB 3 Menteri yang masih berlaku.

“Kami meminta acara tersebut harus ditutup. Kami mengacu terbitnya SKB 3 Menteri yang sampai saat ini belum dicabut,” ujar Habib Hud.
Habib Hud menambahkan, informasi yang diterimanya menyebut peringatan 100 tahun Ahmadiyah dilaksanakan serentak di Jawa Barat. Pelaksanaan di Cianjur berlangsung di wilayah Cibeber.
“Setahu saya acaranya se-Jawa Barat. Di Cianjur dilaksanakan di Cibeber. Makanya kami kaget mendapat informasi tersebut,” katanya.
Ia menuturkan sebagian besar peserta kegiatan bukan berasal dari Kecamatan Cibeber, melainkan dari Kecamatan Campaka. “Secara pasti saya tidak tahu jumlahnya. Hanya yang banyak itu bukan di Cibeber, tetapi di Kecamatan Campaka,” paparnya.
Habib Hud menjelaskan bahwa pihaknya tidak menuntut pembubaran organisasi Ahmadiyah. Ia menegaskan pihaknya hanya meminta pemerintah menegakkan aturan sesuai SKB 3 Menteri.
“Pada dasarnya kami tidak membubarkan Ahmadiyah. Kami hanya meminta pemerintah menjalankan SKB tersebut, khususnya di Cianjur,” ucapnya.
Ketua PAC Pemuda Pancasila Kecamatan Cibeber, Ucu Sukandar, menyampaikan alasan pihaknya ikut terlibat dalam penolakan kegiatan tersebut. Ia menegaskan, langkah yang diambil mengacu pada aturan yang berlaku serta hasil komunikasi dengan tokoh agama.
“SKB 3 Menteri jelas melarang dan menghentikan penafsiran yang dianggap menyimpang dari pokok ajaran Islam,” kata Ucu.
Ia menuturkan, musyawarah telah ditempuh bersama sejumlah pihak sebelum keputusan penolakan diambil. MUI Desa dan Kecamatan sebelumnya sudah melayangkan surat penolakan kepada panitia penyelenggara.
“Surat penolakan tidak diindahkan dan acara tetap berlangsung,” ujarnya.
Menurutnya, ruang dialog sebenarnya sempat difasilitasi oleh Kesbangpol. Namun, ia menyebut pihak Ahmadiyah tidak hadir dalam undangan tersebut.
“Kami akan mendorong aparat kepolisian dan pemerintah daerah untuk menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berkelanjutan,” pungkasnya. (Ben)













Comment