Wartacianjurnews.com – Sore itu, di sebuah lahan kecil yang dikelilingi pagar bambu seadanya, anak-anak berlari mengejar bola dengan napas terengah. Debu cokelat membumbung setiap kali kaki-kaki kecil itu menghentak tanah. Di sisi lapangan, gawang terbuat dari bambu berdiri miring, diikat dengan tali rafia. Tak ada rumput hijau, hanya tanah padat bercampur kerikil, tapi tawa dan sorak sorai penonton membuatnya seolah stadion besar.
Di sinilah warga Kampung Cisalak, RT 03 dan RT 04, RW 01, Desa Sukawangi, Kecamatan Warungkondang, menggelar perlombaan sepak bola anak-anak, baik putra maupun putri, sebagai bagian dari rangkaian menyambut HUT RI ke-80.

Tak ada bendera One Piece yang sempat menjadi perbincangan dan dianggap provokatif di tempat lain. Warga Cisalak memilih jalannya sendiri, mengisi kemerdekaan dengan kegiatan positif yang mempersatukan semua kalangan.
Perlombaan ini sudah dimulai sejak 1 Agustus lalu. Lokasinya memang sederhana, meminjam lahan milik warga yang berbaik hati. Sebab, lapangan asli yang dulu menjadi pusat kegiatan kampung, lapang KUD yang luas dan rindang, telah lenyap dari genggaman warga.
Dulu, lapang KUD itu menjadi tempat berkumpul setiap sore. Anak-anak bermain bola, remaja berlatih voli, dan warga menggelar berbagai acara desa. Namun, beberapa tahun lalu, tanpa sosialisasi yang jelas, lahan itu dijual oleh pihak-pihak yang disebut warga sebagai “tidak bertanggung jawab”. Warga hanya menerima kabar ketika pagar sudah dipasang dan tanah rata diolah menjadi lahan pribadi.
“Ya mau bagaimana lagi? Kita nggak punya pilihan. Tapi justru dari keterbatasan ini, kita jadi lebih kompak. Anak-anak senang, warga ikut terhibur,” ujar Gilang, Ketua Panitia, sambil sesekali bertepuk tangan memberi semangat pada pemain cilik yang berlari mengejar bola.
Di tepi lapangan darurat ini, ibu-ibu duduk beralas tikar, membawa camilan dan air minum untuk pemain. Anak-anak kecil yang belum cukup umur bermain bola berlarian membawa bendera merah putih kecil, sementara bapak-bapak berdiri berjejer sambil bersiul dan memberi arahan layaknya pelatih profesional.
Di Cisalak, kemerdekaan dirayakan bukan dengan simbol-simbol provokatif, melainkan dengan kerja sama, tawa, dan keteguhan hati untuk tetap merayakan meski lapangan yang dulu menjadi kebanggaan kini hanya tinggal kenangan. (Fadilah Munajat)
Comment