Wartacianjurnews.com – Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cianjur, Relly Herajaya, menyesalkan lambannya respons pemerintah terhadap kondisi darurat yang terus menghantui nelayan di Pelabuhan Jayanti. Karamnya puluhan perahu nelayan yang terjadi hampir setiap musim dinilai sebagai buah pahit dari minimnya perhatian terhadap ketersediaan kolam labuh yang layak.
“Kapasitas kolam labuh saat ini sangat tidak memadai. Jumlah perahu nelayan terus bertambah, tapi tempat bersandarnya tidak bertambah. Setiap musim peralihan cuaca, selalu ada korban, perahu rusak, tenggelam, dan kerugian ratusan juta,” ujar Relly, Jumat (1/8/2025).

Relly mengungkapkan bahwa satu unit perahu lengkap dengan mesin dan peralatan bisa bernilai Rp 80 hingga 90 juta. Saat badai datang dan tak ada tempat bersandar, para nelayan tak punya pilihan selain membiarkan perahunya dihempas ombak. Ironisnya, pengajuan perluasan kolam labuh sudah dilakukan, namun tidak pernah ada kejelasan dari pihak pemerintah.
“Sudah diajukan berkali-kali, tapi hanya sebatas janji. Tidak ada realisasi,” katanya dengan nada kecewa.
Dalam situasi darurat ini, sebagian nelayan bahkan terpaksa menambatkan perahu mereka di tengah laut, langkah ekstrem yang sangat membahayakan keselamatan dan aset mereka, terutama saat angin selatan datang dan menghantam dengan gelombang tinggi.
Relly mendesak pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten agar tidak terus menutup mata terhadap jeritan para nelayan. Menurutnya, pembangunan kolam labuh baru bukan lagi permintaan tambahan, melainkan kebutuhan mendesak demi keberlangsungan hidup ribuan keluarga nelayan di pesisir selatan Cianjur.
“Kalau pemerintah masih saja lamban merespons, maka bersiaplah melihat lebih banyak nelayan jatuh miskin karena perahunya karam. Sudah cukup, jangan tunggu korban lebih banyak,” tegasnya.
Nasib nelayan Jayanti saat ini tak ubahnya berjudi dengan ombak, dan sayangnya, mereka kalah bukan karena tak berjuang, tapi karena tak didukung negara. (dil)
Comment