Kang Asto: Pembahasan RAPBD Cianjur Kacau, Indikasi Motif Politik Eksekutif Muncul

Wartacianjurnews.com – Hingga pertengahan Oktober 2025, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Cianjur Tahun Anggaran 2026 belum juga disampaikan oleh Bupati kepada DPRD Cianjur. Kondisi ini memantik kekecewaan di kalangan legislatif yang menilai pemerintah daerah abai terhadap jadwal penganggaran nasional.

Padahal, berdasarkan Permendagri Nomor 14 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2026 serta Lampiran Permendagri 77 Tahun 2020, Raperda APBD seharusnya sudah diserahkan ke DPRD paling lambat minggu ketiga atau keempat bulan Oktober, setelah penetapan KUA-PPAS. Artinya, Cianjur telah melampaui batas waktu resmi yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Menurut pengamat kebijakan publik dan tata kelola daerah, Asep Toha, Direktur Politic Social and Local Government Studies (Poslogis), keterlambatan ini bukan sekadar soal administrasi, melainkan mencerminkan lemahnya disiplin fiskal dan buruknya manajemen birokrasi.

Teks: Infografis tahapan penyusunan APBD 2026 dari Kemendagri yang menampilkan jadwal proses RKPD, KUA-PPAS, hingga penetapan Perda APBD.
Foto: Infografis jadwal penyusunan APBD Tahun Anggaran 2026 berdasarkan ketentuan Kementerian Dalam Negeri, mulai dari tahapan penyampaian rancangan KUA-PPAS pada Juli hingga penetapan Perda APBD pada akhir Desember.

“Ini bukan sekadar molor, tapi sudah mengarah pada indikasi bahwa eksekutif sengaja mempersempit waktu pembahasan agar DPRD tidak sempat menelaah substansi RAPBD secara mendalam,” ujar Asep kepada Wartacianjurnews.com, Sabtu (18/10/2025).

Ia menilai, pola keterlambatan yang berulang tiap tahun menunjukkan lemahnya kepemimpinan kepala daerah dalam mengendalikan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Banyak perangkat daerah disebut terlambat menyusun RKA-SKPD, akibat koordinasi buruk dan tarik-menarik kepentingan antar dinas.

“Pasal 89 ayat (1) PP Nomor 12 Tahun 2019 sudah jelas mewajibkan kepala daerah menyusun KUA dan PPAS berdasarkan RKPD. Jadi ini pelanggaran tahapan waktu yang mencederai akuntabilitas fiskal nasional,” tegasnya.

Selain mempersempit waktu DPRD, keterlambatan itu juga menghilangkan ruang partisipasi publik dalam pembahasan anggaran. Dengan jadwal yang mepet, DPRD cenderung terpaksa membahas RAPBD secara terburu-buru dan hanya bersifat formalitas.

“Ketika waktu pembahasan dipersempit, proses dengar pendapat dan uji publik program prioritas biasanya ditiadakan. Akibatnya, program publik bisa lolos tanpa evaluasi, sementara alokasi belanja birokrasi akan melenggang tanpa koreksi,” tutup Asep.

Fenomena ini disebut menjadi pola sistemik yang berulang dari tahun ke tahun, memperlihatkan lemahnya tata kelola dan menggerus akuntabilitas publik di Kabupaten Cianjur. (Ben)

Comment