Jembatan Bambu Penghubung Dua Kampung Rusak Lagi, Warga Minta Pemerintah Tak Tutup Mata

Keterangan foto: Warga dan anak-anak sekolah melintasi jembatan bambu rusak yang menghubungkan Kampung Haurungkat dan Langkop, Desa Panyindangan, Kecamatan Cibinong. Kondisi jembatan darurat ini membahayakan keselamatan dan menjadi bukti minimnya perhatian pemerintah terhadap infrastruktur pedesaan.

Wartacianjurnews.com – Krisis infrastruktur kembali menghantui warga pedesaan. Jembatan bambu yang menghubungkan Kampung Haurungkat dan Kampung Langkop, Desa Panyindangan, Kecamatan Cibinong, rusak parah akibat luapan sungai setelah hujan deras mengguyur selama sehari semalam. Ironisnya, ini bukan kali pertama jembatan darurat tersebut roboh, namun hingga kini belum ada sentuhan nyata dari pemerintah kabupaten.

“Air sungai meluap sampai setinggi jembatan. Akibatnya, aktivitas warga lumpuh, anak-anak tak bisa ke sekolah, dan orang-orang tak bisa ke kebun atau pasar,” kata Kepala Desa Panyindangan, Deden Selamat, Kamis (31/7/2025).

Deden mengungkapkan, warga selama ini bergantung pada jembatan bambu yang dibangun secara swadaya. Setiap kali rusak, masyarakat kembali bahu-membahu memperbaikinya. Namun ia menegaskan, solusi tambal sulam bukan lagi jalan keluar. “Ini bukan bencana baru. Sudah berulang kali terjadi. Pemerintah tidak bisa terus menutup mata,” tegasnya.

Keterangan foto: Warga dan anak-anak sekolah melintasi jembatan bambu rusak yang menghubungkan Kampung Haurungkat dan Langkop, Desa Panyindangan, Kecamatan Cibinong. Kondisi jembatan darurat ini membahayakan keselamatan dan menjadi bukti minimnya perhatian pemerintah terhadap infrastruktur pedesaan.

Fakta di lapangan menunjukkan, anak-anak sekolah menjadi pihak paling terdampak. Mereka terpaksa menyeberangi aliran sungai dengan risiko tinggi saat jembatan ambruk. Bahkan beberapa warga menyebut, ada siswa yang sempat jatuh terpeleset karena harus melintasi batang kayu sebagai pengganti jembatan.

“Kalau cuma andalkan gotong royong, kami nggak akan pernah punya jembatan yang layak. Kami rakyat kecil cuma bisa berharap. Tapi sampai kapan?” keluh Asep (47), warga setempat yang ikut membantu perbaikan darurat.

Pemerintah Kabupaten Cianjur dinilai lamban menyikapi permasalahan infrastruktur pedesaan yang bersifat urgen dan menyentuh langsung kebutuhan dasar warga. Padahal, jembatan ini merupakan satu-satunya akses yang menghubungkan dua kampung dengan fasilitas umum, termasuk sekolah, lahan pertanian, dan pusat aktivitas warga.

Kondisi ini seakan menjadi cermin betapa krisis pembangunan masih mengakar di desa-desa pinggiran. Ketika proyek-proyek mercusuar dibangun di pusat kota, warga desa harus berjibaku dengan lumpur, air sungai, dan bambu lapuk demi sekadar menyeberang.

“Ini bukan sekadar jembatan rusak. Ini tentang keadilan, tentang bagaimana negara hadir untuk warganya,” pungkas Deden. (dil)

banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600 banner 1131x1600

Comment

banner 1131x1600