Wartacianjurnews.com – Asap tipis mengepul dari sebuah drum hitam di sudut lahan berukuran tak lebih dari lapangan voli. Bau hangus bercampur aroma sampah yang terbakar menyelinap di udara, menusuk hidung namun entah bagaimana, di sini, baunya juga mengandung rasa lega. Di lahan seluas 50 meter persegi inilah, Desa Cirumput, Kecamatan Cugenang, berperang melawan gunungan sampah mereka sendiri.
Tangan-tangan warga tak kenal jijik. Mereka memilah sisa sayur dari plastik, memisahkan kulit buah dari botol bekas.
“Kalau organik, kita olah jadi pupuk. Non-organik? Kita bakar di sini,” ujar Beni Irawan, Kepala Desa Cirumput, sambil menatap drum yang menyala. Drum itu hanyalah drum bekas, tapi di tangan Beni, ia menjelma senjata ampuh melawan sampah.
Pembakaran tak dilakukan setiap hari, hanya Jumat, Sabtu, dan Minggu. Abu yang tersisa tak dibuang percuma. Warga mengumpulkannya, mencampurnya dengan bahan lain, lalu mencetaknya menjadi bata pres. Bata-bata itu dijemur di bawah matahari, menjadi saksi bahwa sesuatu yang dianggap tak berguna bisa berubah menjadi sumber penghasilan.

Namun semua ini bukan tanpa tantangan. Iuran Rp 5.000 per minggu dari tiap kepala keluarga memang membantu, tapi tak cukup menutup biaya operasional. Pemerintah desa pun harus menyubsidi. Beni tak patah semangat.
“Kalau kita buang ke TPA Mekarsari, biayanya jauh lebih mahal. Lebih baik kita kelola di sini, sambil memberi manfaat,” ujarnya.
Matahari siang makin terik. Wajah para warga basah oleh keringat, tapi mereka terus bekerja. Bagi mereka, ini bukan sekadar membersihkan lingkungan. Ini tentang harga diri desa. Tentang membuktikan bahwa masalah bisa diubah menjadi peluang. Tentang melindungi generasi berikutnya dari tumpukan sampah yang seharusnya tak pernah ada.
Beni menatap ke kejauhan, ke arah empat dusun yang kelak akan memiliki pengelolaan sampah sendiri. “Saya ingin, suatu hari nanti, tak ada lagi sampah yang jadi beban. Semua bisa jadi manfaat,” ucapnya pelan.
Di Desa Cirumput, bau menyengat hari ini adalah tanda perlawanan. Asap yang membubung bukan sekadar sisa pembakaran, tapi simbol harapan yang naik ke langit, meninggalkan pesan, bahwa di sini, sampah punya kehidupan kedua. (Fadilah Munajat)
Comment