WartaCianjurnews.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan. Medical Influencer PB IDI sekaligus ahli gizi, dr. Tan Shot Yen, menilai pelaksanaan program ini masih menghadapi banyak persoalan, terutama terkait keamanan pangan dan pelibatan tenaga gizi di lapangan.
Menurut Tan, pemahaman mengenai food safety (keamanan pangan) masih minim di tingkat pelaksana. Ia mengingatkan bahwa makanan yang disajikan pada suhu 5–60 derajat Celcius termasuk dalam kategori kritis karena rawan ditumbuhi bakteri maupun jamur.
“Kalau kita lihat prasmanan, makanan dipanaskan bukan sekadar agar tetap enak dan hangat, tapi supaya bakteri tidak tumbuh. Artinya, makanan MBG harus dipastikan tidak turun di bawah suhu 60 derajat. Solusinya, mungkin bisa digeser penyajian ke kantin sekolah,” ujarnya.
Tan juga menyoroti minimnya keterlibatan organisasi profesi dan tenaga gizi dalam program ini. Ia menilai Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) serta Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) justru menjadi pihak yang paling memahami kondisi lapangan, namun belum dilibatkan secara maksimal.
“Kenapa kader posyandu dan TPG tidak dilibatkan? Karena kalau mereka tahu isi menu seperti susu bubuk atau makanan instan tertentu, pasti langsung dikritik. Ini kontraproduktif,” jelasnya.
Selain itu, ia menekankan perlunya revisi panduan Badan Gizi Nasional (BGN) yang masih memuat pilihan makanan kering dan susu formula lanjutan dalam menu MBG. Menurutnya, hal tersebut memicu ketergantungan pada produk kemasan dan berpotensi menimbulkan masalah baru di masyarakat.
“Selalu ditanya sudah berapa banyak dapur dan penerima manfaat. Tapi realitasnya, ada juga penerima yang justru merasa dirugikan. Jadi, panduan ini harus direvisi,” tegasnya.
Lebih jauh, Tan menyebut keberhasilan MBG membutuhkan pendekatan pentahelix, kolaborasi pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha, dan media. Ia menilai keterlibatan tenaga gizi lapangan menjadi kunci agar tujuan program benar-benar menjawab persoalan malnutrisi di Indonesia. (dil)
Comment