Wartacianjurnews.com – Dugaan pungutan liar (Pungli) kembali mencuat di Pasar Gekbrong, Cianjur. Sebuah video viral memperlihatkan seorang ibu-ibu yang meminta uang retribusi kepada pedagang pasar. Dalam video tersebut, pedagang meminta kwitansi sebagai bukti resmi pungutan, namun si penarik retribusi mengaku tak bisa memberikan kwitansi dengan alasan belum mendapatkannya dari pihak desa.
Kasi Trantib Kecamatan Gekbrong, Edi Wahyudi, membenarkan praktik pungli yang marak di pasar yang hingga kini masih berstatus ilegal tersebut. Edi menyebutkan bahwa hasil pungutan itu disetorkan kepada pihak desa, namun belakangan pihak desa enggan mengakuinya karena tidak memiliki dasar hukum berupa Peraturan Desa (Perdes) terkait retribusi pasar.
“Pungli memang terjadi. Uangnya katanya disetor ke desa, tapi desa tidak mau mengakui karena tak ada dasar hukum perdes,” kata Edi kepada wartawan, Selasa (30/7/2025)

Namun pernyataan itu langsung dibantah oleh Kepala Desa Cikahuripan, H. Tubagus M. Daud. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menugaskan siapapun untuk melakukan penarikan retribusi di pasar Gekbrong.
“Kami tidak pernah memberikan mandat untuk menarik uang dari pedagang di pasar. Kalaupun ada yang mengatasnamakan desa, itu tidak sah,” ujar Tubagus.
Menurutnya, pemerintah desa memang sempat menyusun Perdes tentang retribusi parkir karena aktivitas parkir berlangsung di jalan desa, bukan terkait pungutan pasar. Uang dari retribusi parkir rencananya akan dipakai untuk kebutuhan masyarakat di sekitar lokasi pasar. Namun, Tubagus mengaku hingga kini uang parkir tersebut tidak pernah disetorkan ke desa oleh oknum penarik retribusi.
“Kami tidak tahu ke mana uang parkir itu mengalir. Orang yang ditugaskan untuk menarik retribusi tidak pernah menyetor ke kas desa,” ungkapnya.
Tubagus juga merasa keberatan karena desa selalu menjadi pihak yang disalahkan dalam kisruh pasar Gekbrong. Ia mencontohkan kejadian serupa saat ada oknum yang meminta uang THR ke pedagang dengan mengatasnamakan pemerintah desa. Saat itu, pihak desa berhasil menghentikan aksi tersebut.
“Sudah sering desa dituding. Waktu lalu ada juga yang minta THR ke pedagang, kami berhasil hentikan. Sekarang kejadian serupa terulang lagi,” tegasnya.
Pasar Gekbrong hingga kini belum memiliki izin resmi, namun tetap beroperasi dan bahkan memiliki sistem pungutan yang tak jelas legalitasnya. Di tengah tarik ulur antara pihak kecamatan dan desa, pedagang justru menjadi korban dari sistem yang tidak transparan dan rawan disalahgunakan.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum turun tangan untuk mengusut dugaan pungli yang terjadi dan menertibkan pasar ilegal agar tidak terus menjadi ladang permainan oknum yang merugikan warga. (dil)
Comment